Ditulis oleh Dewan Asatidz |
Bagaimana hukumnya membeli barang dengan cara dikredit? Apabila tidak
diperbolehkan bagaimana kami harus memperlakukan barang-barang yang kami
miliki dengan cara kredit tersebut. Apakah ini termasuk dalam kategori Riba?. karena mengambil keuntungan yang banyak? Apa bedanya dengan meminjamkan uang? dengan perhitungan bunga. ------- Tanya ------- Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhAssalamu'alaikum wr. wb. Bagaimana hukumnya membeli barang dengan cara dikredit? Apabila tidak diperbolehkan bagaimana kami harus memperlakukan barang-barang yang kami miliki dengan cara kredit tersebut. Apakah ini termasuk dalam kategori Riba?. karena mengambil keuntungan yang banyak? Apa bedanya dengan meminjamkan uang? dengan perhitungan bunga. Sekian, terimakasih Wassalam'alaikum wr.wb. Dwi L Bekasi ---------- Jawab ---------- 1. Transaksi sejenis yang dilarang agama adalah yang secara eksplisit menyebutkan dua harga dalam satu waktu dan dicantumkan dalam kontrak, seperti ungkapan sang penjual "aku menjual barang ini dengan dua harga, yaitu 1000 kalau cash dan 1500 kalau dibayar setelah satu bulan". Maka sebaiknya dalam transaksi jual beli model begini, si penjual dan pembeli harus memilih salah satu harga yang digunakan dalam transaksi, misalnya sang pembeli menentukan pembelian barang tersebut dengan harga 1500, namun pembayarannya setelah 5 bulan. Kalau transaksi jual beli tersebut tidak menentukan harga mana yang dipakai, hukumya tidak diperbolehkan, karena termasuk menjual barang dengan dua harga yang bertentangan dengan asas mu'amalah Islam, yaitu kejelasan subyek dan obyek transaksi. 2. Sebagaian besar ulama (jumhurul fuqaha`) berpendapat bahwa menjual barang dengan cara kredit bukan termasuk riba, sah dilakukan meskipun untung yang diperoleh lebih besar, asalkan tidak sampai kepada tingkat eksploitasi. Jika sampai kepada tingkat eksploitasi maka hukumnya tidak boleh. 3. Ada perbedaan mendasar antara transaksi jual beli sistem kredit/angsuran dengan transaksi riba dalam bentuk meminjamkan uang, yaitu : Pertama : Dalam riba, kelebihan nilai yang harus dibayar oleh peminjam adalah sejenis dengan yang dipinjam. Si peminjam mengambil uang sebesar 1000 dan mengembalikan uang sebesar 1500, uang tambahan sebesar 500 tersebut sejenis dengan uang yang dipinjam. Di sinilah terjadi riba karena termasuk kategori riba adalah persamaan jenis. Sedangkan dalam transaksi di atas, harga yang dibayarkan tidak lah sejenis dengan komoditas yang dipinjam, jelasnya : si pembeli meminjam komoditas dan membayarnya dengan harga yang lebih tinggi. Komoditas dan harga tidak mempunyai persamaan jenis. Kedua : transaksi tersebut menyangkut komoditas yang diperdagangkan, sudah barang tentu harga komoditas menurut ukuran normal akan cenderung mengalami perubahan harga dari waktu ke waktu. Begitu juga si penjual, tentu bermaksud untuk segera mengelola uang hasil penjualannya untuk aktifitas bisnis berikutnya. Dengan pembayaran yang ditunda, jelas penjual akan dirugikan karena komoditas laku, namun uang hasil penjualan belum masuk. Di disinilah kelebihan harga tersebut diperbolehkan untuk melindungi kepentingan penjual dan membantu keterbatasan pembeli yang telah memanfaatkan komoditas yang dibeli untuk kepentingannya. Sedangkan dalam masalah riba, si pemberi pinjaman hanya mengharapkan tambahan nilai uang yang dipinjamkan dengan tidak menanggung kerugian apapun. Si pemberi pinjaman seakan mengharapkan tambahan nilai dari uang yang dipinjamkannya hanya dari perbedaan waktu dan si peminjam juga hanya memberikan tambahan karena perbedaan waktu. Wallahu a'lam. Muhammad Niam Shocheh Ha. |
Kamis, 19 April 2012
Pembelian Barang dengan Kredit
Jumat, 20 Januari 2012
Indonesia Dijajah 3,5 Abad Hanya Karena Sebuah Buku
Tahukah Anda bahwa karena sebuah bukulah maka bangsa Belanda bisa sampai di Nusantara dan melakukan penjajahan atas bumi yang kaya raya ini selama berabad-abad? Buku tersebut berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien , yang ditulis Jan Huygen van Linshoten di tahun 1595.
Inilah kisahnya:
Jauh sebelum Eropa terbuka matanya mencari dunia baru, warga pribumi Nusantara hidup dalam kedamaian. Situasi ini berubah drastis saat orang-orang Eropa mulai berdatangan dengan dalih berdagang, namun membawa pasukan tempur lengkap dengan senjatanya. Hal yang ironis, tokoh yang menggerakkan roda sejarah dunia masuk ke dalam kubangan darah adalah dua orang Paus yang berbeda. Pertama, Paus Urbanus II, yang mengobarkan perang salib untuk merebut Yerusalem dalam Konsili Clermont tahun 1096. Dan yang kedua, Paus Alexander VI.
Perang Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang peradaban yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami pencerahan akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini. Merupakan fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari samudera, bangsa Arab telah dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera luas hingga ke Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat utama dalam ritual pembalseman para Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi, didatangkan dari satu kampung kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat Sumatera tengah.
Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola dunia yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia manapun. Negeri itu penuh dengan karet, lada, dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut iklimnya sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Nusantara. Mendengar semua kekayaan ini Eropa sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang selama ini belum pernah didapatkannya.
Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol melalui Perjanjian Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini, Paus Alexander dengan seenaknya membelah dunia di luar daratan Eropa menjadi dua kapling untuk dianeksasi. Garis demarkasi dalam perjanjian Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis lintang dari Tanjung Pulau Verde, melampaui kedua kutub bumi. Ini memberikan Dunia Baru—kini disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrika serta India diserahkan kepada Portugis. Paus menggeser garis demarkasinya ke arah timur sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde. Brazil pun jatuh ke tangan Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah timur jauh menuju kepulauan Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar ke Barat dan Portugis ke Timur, keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di Laut Banda.
Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka akan berkelahi, namun saat bertemu di Maluku, Portugis dan Spanyol mencoba untuk menahan diri. Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat perjanjian Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis sambungan pada setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer dari Tanjung Verde. Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di sekitar Guam.
Sejak itulah, Portugis dan Spanyol berhasil membawa banyak rempah-rempah dari pelayarannya. Seluruh Eropa mendengar hal tersebut dan mulai berlomba-lomba untuk juga mengirimkan armadanya ke wilayah yang baru di selatan. Ketika Eropa mengirim ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru, pengertian antara perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris tidak ada bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja, para pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat kaya raya ini. Mereka berlomba-lomba mencapai Nusantara dari berbagai jalur. Sayang, saat itu belum ada sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan detil memuat jalur perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa sebagai Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai daratan India, sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap.
Dibandingkan Spanyol, Portugis lebih unggul dalam banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar (dan mendirikan Knight of Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta terbaru mereka yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta tersebut saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan saudagar Eropa. Namun ibarat pepatah, “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta rahasia yang dipegang pelaut-pelaut Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah bekerja lama pada pelaut-pelaut Portugis mengetahui hal ini. Salah satu dari mereka bernama Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya.
Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang Belanda. Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-kapal lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.
Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi pertama menuju Nusantara yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman mendarat di pelabuhan Banten yang merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de Houtman sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian, tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.
Orang-orang Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap memimpin saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan armada yang jauh lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan semangat yang menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur. Dalam tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal itu berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945.Semoga menambah wawasan kita semua.
http://faktaduniaunik.blogspot.com
http://forum.vivanews.com/sejarah-dan-budaya/226584-indonesia-di-jajah-3-5-abad-hanya-karena-sebuah-buku.html
Langganan:
Postingan (Atom)