Kalau Anda seorang ayah pasti sering mendengar kalimat-kalimat
berikut ini: “Ayah, aku sudah mandi.” Aku sudah sudah belajar lho, Pa.”
Apa aku boleh ikut abi pergi ?” Kalau bapak pulang, bawakan aku es krim
ya ?” Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah respon kita saat itu ?
Apakah tanggapan kita seindah binar mata mereka ? Apakah sikap kita
semanis senyum mereka ? Apakah jawaban kita sebesar harapan mereka ?
Sebagai seorang ayah sungguh kita harus menyadari betapa anak-anak
kita itu memerlukan senyum gagah kita. Mereka juga membutuhkan belaian
sayang kita. Buah cinta kita itu selalu merindu dekapan mesra kita. Buah
hati kita itu selalu menanti kecupan sayang kita di kening mereka.
Yakinlah Anda bahwa tutur kata manis kita amat berarti bagi hatinya.
Oleh-oleh yang kita hadiahkan begitu bermakna bagi jiwa mereka. Ketika
kita mengajak mereka bepergian rasa bangga memenuhi ruang-ruang
kalbunya.
Tentang buah hati kita itu, kekasih Allah, teladan kita, guru tentang
cinta & kasih sayang kita, Rasulullah saw bersabda untuk kita para
ayah,” Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjanjikan
sesuatu kepada mereka, maka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui
hanya kamulah satu-satunya yang memberi mereka rezeki.” Dalam riwayat
lain dikisahkan ada seorang Arab Badui yang menemui Rasulullah saw dan
berkata,” Mengapakah engkau menciumi anak-anak kecil, sedang kami tidak
pernah melakukannya ?” Maka Rasulullah saw bersabda,” Apakah kamu tidak
takut bila Allah SWT mencabut rasa kasih sayang dari lubuk hatimu ?”
Bagi anak-anak, kita para ayah adalah pahlawan. Menurut mereka kita
adalah sosok gagah yang menentramkan hati mereka. Buah hati kita itu
amat bangga terhadap keperkasaan kita. Mereka begitu mendamba perhatian
dan kehadiran kita. Namun mereka tak pandai merangkai kata tuk
mengungkap cinta. Mereka juga tidak mengerti cara membisikkan rasa
rindunya. Mereka mencintai kita para ayah dengan bahasa yang sering tak
mampu kita mengerti. Mereka menyayangi kita dengan gaya yang sering tak
bisa kita pahami. Karena itu kita sering tak menyadari bahwa ada
makhluk-makhluk kecil yang begitu mencintai dan membutuhkan kita.
Saat mereka mendekat, kita sering merasa terusik. Ketika mereka
mengajak bicara, kita sering merasa terganggu. Waktu mereka bertanya,
sering hati kita merasa tak nyaman. Tangisan mereka seperti suara petir
bagi telinga kita. Teriakan mereka bagai badai yang menerjang jiwa kita.
Padahal seperti itulah cara anak-anak mencintai kita. Begitulah cara
mereka menyayangi kita. Dengan cara seperti itulah mereka ingin
menyampaikan bahwa mereka amat membutuhkan kita. Hanya cara seperti
itulah yang mereka mengerti untuk menyentuh cinta kita.
Boleh jadi kita belum mampu menjadi ayah yang indah untuk anak-anak
kita. Saat mereka menangis kita malah membentaknya. Ketika mereka
bertanya kita tidak menggubrisnya. Waktu mereka belajar, kita tidak ada
di sisi mereka. Mereka sakit tanpa ada kita di sampingnya. Mereka sedih
tanpa ada yang menghiburnya. Mereka jarang kita belai. Mereka jarang
kita cium. Kadang pekerjaan kita membuat kita tak menyadari bahwa ada
yang menanti-nanti kedatangan kita hingga tertidur di depan pintu rumah
kita.
Sudah tiba saatnya bagi kita para ayah untuk mengerti bahasa cinta
anak-anak kita. Kita harus memahami cara mereka dalam mencintai kita.
Dengan demikian kita bisa menjadi seperti yang mereka pinta. Kita mesti
berupaya menjadi seperti yang mereka harapkan. Kita harus menjadi
pendengar yang menyenangkan saat mereka berbicara. Ketika mereka
mendekati kita sehasta, kita mendekati mereka sedepa. Saat mereka
memanggil, kita datangi mereka dengan sepenuh jiwa. Sewaktu mereka
menangis, kita akan mendekapnya dengan penuh cinta. Kita juga tak akan
pernah lelah tuk berbisik mesra,” Nak, ayah mencintaimu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar