Minggu, 18 Desember 2011

Masjid Perahu di Babakan Cibarusah


Masjid Perahu di Kampung Babakan Cibarusah

Masjid ini cukup unik, kecil tapi antik. Di bagian depan masjid ini berdiri bangunan berbentuk perahu dengan ukuran cukup besar dicat dengan warna biru, cukup menarik perhatian. Masjid ini berlokasi tak jauh dari gerbang perumahan Cibarusah Indah.



View Masjid Perahu Babakan Cibarusah in a larger map

Perahu itu sejatinya adalah
tempat wudhu.
Ketika mampir ke masjid ini, bukan dalam waktu sholat, tak ada jemaah satupun disana untuk sekedar bertanya apa nama masjid unik ini. Tak ada papan nama atau sedikit petunjuk yang mengenai nama atau riwayat masjid ini. Yang pasti aura masa lalu sangat terasa ketika mampir kesini.

Bangunan perahu di bagian depan masjid ini sebenarnya adalah bangunan tempat wudhu yang sengaja dibangun berbentuk perahu. Para pendiri masjid ini pastinya punya alasan sendiri dengan bentuk tempat wudhu yang tak biasa ini.

Ada beberapa hal yang menutur saya cukup impresif dengan masjid ini selain bangunan perahu di halaman depan. Ornamen dua pedang besar yang menyilang di atas teras kecil masjid. Bentuk pedang yang mengingatkanku pada bentuk pedangnya para pejuang Mujahidin.

Hiasan di ujung atap masjid
cukup menarik bukan ?
Di puncak atap tumpang tiga masjid ini terpasang mastaka atau mahkota dengan ukiran yang cukup indah. Saya belum pernah menemukan mastaka masjid yang indah dengan bentuk seperti ini sebelumnya. Ukirannya cukup detil dan rapi.

Sementara dibagian dalam masjid terpasang lampu gantung yang juga sangat antiq. Sepertinya juga sudah berumur sangat tua, meski sudah difungsikan lagi sebagai penerangan karena dibagian bawah lampu tersebut terpasang bohlam lampu listrik biasa sebagai penerangan.

 Dan sepertinya lampu gantung ini memang bukan untuk lampu listrik tapi sebagai tempat menyimpan lilin sebagai penerangan. saya memang tak terlalu lama berada disana untuk mengamati lebih rinci.

Di sisi utara masjid ini ada sebuah bukit kecil yang rindang dengan pepohonan besar yang sudah berusia tua. Dan di atas bukit ini terdapat beberapa makam, sepertinya makam yang juga sudah berumur cukup tua. Makam dari sesepuh Cibarusah barangkali, pintu makam sepertinya terkunci dan tak ada sesiapa disana untuk ditanya tentang masjid dan makam tersebut. Warga sekitar menyebutkan makan tersebut adalah makam Mbah Sena.
Lampu gantung antik di
dalam masjid


Apakah antara masjid dan makam dimaksud memiliki keterkaitan satu sama lain nya, atau bahkan mungkin makam tersebut adalah makam dari pendiri Cibarusah dan terkait dengan Masjid tua Almujahidin Kampung Babakan Cibarusah (KBC) ?.

Masih harus banyak bertanya untuk menemukan jawaban nya.

Begini bentuk masjid nya tanpa perahu
Dan ini perahu yang merupakan bangunan tempat wudhu
Perspektif bangunan dari sudut pagar
Dilihat dari arah makam di atas bukit

Sabtu, 03 Desember 2011

Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, Pangkal Perjuangan Laskar Hizbullah

Hizbullah yang disebut disini tak ada kaitannya dengan pasukan Hizbullah yang secara the facto berkuasa di Lebanon Selatan dan ahirnya melibatkan pasukan TNI mengambil bagian dalam pasukan perdamaian Internasional di Lebanon. Laskar Hizbullah yang dimaksud adalah Pasukan pemuda, pelajar Islam (santri) semasa perang kemerdekaan di bumi tercinta ini. Laskar Hizbullah dibentuk oleh Masyumi  tahun 1944 ketika pasukan Jepang mulai terdesak oleh pasukan sekutu. Masyumi sendiri dibentuk oleh berbagai organisasi Islam termasuk didalamnya Nahdatul Ulama (NU) dibawah pimpinan KH. Wachid Hasyim.

Adapun masjid Al-Mujahidin yang akan kita bahas disini adalah masjid tua yang terletak di kampung Babatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebuah masjid tua yang menjadi salah satu saksi sejarah perjuangan para syuhada Bekasi memerdekakan Republik ini dari belenggu penjajahan meski harus berkalang tanah, dalam niat tulus ‘Jihad Fisabilillah”.

Adalah Drs. Munawar Fuad Noeh, MA, petinggi Gerakan Pemuda Anshar, dan merupakan warga asli Cibarusah yang kemudian menggagas pembangunan monumen perjuangan Laskar Hizbullah di samping masjid Al-Mujahidin ini, untuk mengenang perjuangan Laskar Hizbullah turut serta memerdekakan Republik ini, dan yang lebih penting lagi adalah melestarikan dan mewariskan semangat perjuangan para pejuang kemerdekaan kepada generasi selanjutnya.

Lokasi Masjid Al-Mujahidin Cibarusah.

Masjid Al-Mujahidin ini berada di Kampung Babakan Cibarusah (biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Agak sulit menemukan koordinat masjid ini di aplikasi google maps ataupun Google Earth, dalam aplikasi gratisan tersebut, daerah ini masih ditampilkan dalam format foto satelit beresolusi rendah. Bila ada yang lebih memahami lokasi masjid ini jangan sungkan untuk memberikan masukan.
 
Untuk mencapai kampung Babakan Cibarusah (KBC) dari Jakarta atau Bandung, bila anda menggunakan ruas tol Jakarta-Cikampek, akan lebih mudah bila anda keluar di pintu tol Cikarang Barat / Lemah Abang lalu berbelok ke arah selatan (belok kanan) melewati Lippo Cikarang, Pasar Serang, Area Rekreasi Taman Buaya, perumahan Kota Serang Baru (KSB), sampai kemudian masuk ke kawasan KBC, masjid ini berada di sisi kanan jalan. Alternatif lain adalah dari pertigaan jonggol ke arah Cikarang, masjid ini berada di sisi kiri jalan di KBC.

Sejarah Masjid Al-Mujahidin KCB

Sejarah Tertulis Masjid Al-Mujahidin KBC

Nama Masjid dan Tahun renovasi di atas
pintu utama masjid
Di atas pintu masuk utama masjid ini tertulis dalam aksara Arab dan Latin “MASJID AL-MUJAHIDIN BABAKAN KOTA CIBARUSAH, JUNI 1937, ROBIUL AWAL 1356”. Lengkap dengan lambang laskar Hizbullah di bagian atasnya. Sementara di salah satu dari enam tiang utama di dalam masjid terpasang prasasti kecil dalam bahasa Belanda yang berbunyi “HERBOUWD 1935/1937, COMITE MASDJID”



Di dinding depan masjid juga terpasang piagam pendirian masjid dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi bertanggal 19 Syafar 1409H / 1 Oktober 1998M dan ditandatangani oleh Kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi HM. Zainuddin, BA. Dalam piagam tersebut dijelaskan bahwa masjid Al-Mujahidin yang terletak di Kampung Babakan Desa Cibarusah Kota, dibangun pada tahun 1930.

Plakat peringatan renovasi masjid dipasang
di salah satu dari enam tiang utama masjid.
Piagam tersebut juga menyatakan bahwa Masjid Al-Mujahidin Kampung Babakan Cibarusah ini sudah terdaftar di Departemen Agama dengan nomor 34/MJ/1988. dan disebutkan juga bahwa piagam pendirian masjid tersebut dikeluarkan berdasarkan surat keterangan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibarusah bernomor K.13/05/142/1998 tanggal 16 Agustus 1988. Sebagai mana disebutkan dalam piagam tersebut bahwa dikeluarkannya piagam pendirian masjid ditahun 1988 itu menjadi pengukuhan pendirian masjid sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut aplikasi “google terjemah”, Herbouwd dalam bahasa Belanda bila Indonesiakan berarti “dibangun kembali”. Merujuk kepada tahun tersebut saja masjid ini sudah jauh lebih tua dari umur Republik Indonesia tercinta ini. Menjadi pertanyaan adalah, kapan masjid Al-Mujahidin ini pertama kali dibangun dan oleh siapa ?. Bila kita mencermati tiga sumber tertulis di atas ada 3 angka tahun yang berbeda, masing masing adalah tahun 1937 di atas pintu utama masjid, tahun 1935/1937 sebagaimana tertulis dalam prasasti di tiang masjid dan tahun 1930 seperti dijelaskan dalam piagam pendirian masjid yang dikeluarkan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi.

Pintu utama
Bisa saja kita menyimpulkan bahwa masjid tersebut dibangun tahun 1930M lalu di renovasi atau “dibangun kembali” lima tahun kemudian (tahun 1935M) dan proses direnovasi tersebut selesai dilaksanakan pada bulan Juni tahun 1937M bertepatan dengan bulan Robiul Awal tahun 1356H. Lalu kenapa harus dibangun kembali ditahun 1935M/1937M ?. Kawasan Cibarusah bukanlah kawasan padat penduduk di era tersebut, jalan akses dari dan menuju kesana pun sangat sulit ketika itu. Pertambahan jumlah penduduk yang membengkak dalam kurun 5 tahun sepertinya bukanlah alasan yang dapat diterima sebagai dasar pembangunan kembali masjid tersebut untuk diperluas guna menampung membludaknya jamaah.

Penetapan angka 1930M oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi sebagai tahun pendirian masjid itupun sepertinya masih patut dipertanyakan, mengingat adanya batu nisan salah satu makam di samping masjid yang bertarikh 1916M. Seperti yang sudah umum terjadi, biasanya pemakaman umum dibangun di sebelah Masjid, bukan Masjid yang dibangun disebelah pemakaman umum. Artinya, boleh jadi masjid ini dibangun jauh sebelum tahun 1916M sebagaimana tarikh pada Nisan Makam tersebut. Butuh penggalian lebih dalam untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut.

Sejarah Tutur Masjid Al-Mujahidin KBC

Kubah di atap limas masjid
Sejarah tutur yang disampaikan secara turun temurun menyebutkan bahwa masjid Al-Mujahidin di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) ini dibangun pertama kali oleh Pangeran Senapati, salah satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Konon di tahun 1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan Pangeran Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman. Maka dimulailah perjalanan panjang Pangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati.

Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.

Dikisahkan bahwa ketika masjid masjid telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Pangeran Senopati tersebut berbahan utama kayu jati yang ketika itu melimpah disana. Tak jauh dari masjid dibangun sebuah kolam penampung air bersih berukuran kira kira 20x30m untuk menampung air bersih yang dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa pipa bambu dan saluran yang dibangun secara bergotong royong. Riwayat tutur menyangkut sejarah masjid ini terputus sampai disitu. Hingga kini keturuan Pangeran Sena masih ada di KBC, keluarga beliau dapat dikenali dengan gelar ‘Raden’ yang disematkan kepada nama mereka masing masing. Pangeran Senapati wafat dan dimakamkan di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) dan dikenal dengan sebutan Makam Embah Uyut Sena.

Peran Masjid Al-Mujahidin KBC di masa perjuangan

Mimbar dan Mihrab Masjid Al-Mujahidin
Dimasa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang masjid Al-Mujahidin ini menjadi markas serta camp pelatihan pasukan Laskar Hizbulllah, Pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944M. Masyumi menjadi tempat bergabungnya organisasi organisasi Islam ketika itu termasuk Nahdatul Ulama (NU) dibawah pimpinan KH. Wachid Hasyim (Pahlawan Nasional dan juga ayah dari Mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wachid alias Gusdur). Di masjid inilah yang menjadi pusat penggemblengan Laskar Hizbullah untuk disiapkan menjadi tentara terlatih untuk kemudian ditempatkan di berbagai lokasi di pulau jawa dan Madura.

Dipilihnya Cibarusah sebagai tempat latihan semi miter Laskar Hizbullah karena dinilai strategis. Masih banyak hutan dan terletak tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang di Jakarta.  Laskar Hizbullah dibentuk atas usulan 10 ulama besar di Jawa, untuk mengimbangi Laskar PETA (Pembela Tanah Air) tentara nasionalis bentukan Jepang tahun 1942. Meskipun antara PETA dan Hizbullah berbeda, namun kurikulum militernya disusun oleh orang yang sama, yaitu Kapten Yamazaki.

Pada masa itu, Masjid Al-Mujahidin KBC bukan hanya sekedar sebagai tempat ibadah saja, tapi juga pusat komando dalam mengatur strategi. Dari Masjid ini KH. Zainul Arifin (pahlawan Nasional) merupakan seorang tokoh muda yang ketika itu menjabat sebagai konsul NU di Jakarta, mengobarkan semangat anak muda khususnya kaum santri pesantren untuk menjadi garda terdepan perjuangan melawan penjajah. Dalam rapat Masyumi Banten 15 Januari 1945, KH. Zainul Arifin menyampaikan pidato yang kutipannya begitu terkenal berbunyi “Hanya dengan adanya pemuda-pemuda yang berani berjuang, keluhuran bangsa dapat tercapai”.

Lampu antik di teras masjid Al-Mujahidin
Pembinaan Hizbullah dipercayakan kepada Masyumi, sedangkan latihannya dilaksanakan oleh Kapten Yamazaki. Pusat latihan Hizbullah dikelola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin, Konsul NU di Jakarta. Anggotanya meliputi Abdul Mukti, Konsul Muhammadiyah Madiun, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar.
Adapun penanggungjawab politik adalah KH A. Wahid Hasyim, didampingi KH Abdulwahab Hasbullah, Ki Bagus Hadikusumo, KH Masykur, Mr. Mohammad Roem, dan Anwar Tjokroaminoto.

Latihan semi-militer Hizbullah diselenggarakan masing masing selama dua bulan di Cibarusah, Bogor (sejak 1950 Cibarusah dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi). Pada angkatan pertama latihan, diikuti 150 pemuda yang dikirim dari tiap keresidenan di seluruh Jawa dan Madura. Masing-masing keresidenan sebanyak lima pemuda. Jumlah anggota Hizbullah diperkirakan mencapai 50 ribu orang.

Arsitektur Masjid

Masuk ke dalam masjid ini serasa ditelan aura masa lalu, bagaimana tidak. Arsitektural masjid ini serupa dengan bangunan bangunan peninggalan Belanda di Indonesia. Pintu pintu dan jendela berukuran besar, tembok yang tebal berikut sedikit langgam art deco, ditambah pernak pernik yang popular di abad yang lalu.

Masjid Al-Mujahiidin dari arah jalan raya menuju ke CIbarusah
Bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan hasil HERBOUWD (renovasi) tahun 1935/1937. Sejatinya bangunan ini merupakan bangunan segi empat dengan atap limas ditopang enam tiang utama di tengah masjid. keseluruhan dinding masjid menggunakan tembok bata lebar diplester. Sisi luar tembok masjid bagianbawah ditutup dengan susunan batu alam ukuran besar di cat berwarna hitam seperti kebanyakan bangunan warisan Belanda di Indonesia.

Pintu dan jendela masjid berbentuk segi empat tanpa lengkungan dengan dua daun pintu. Pintu utama masjid terdiri dari 3 buah pintu masuk di bagian depan dan 3 pintu di samping kanan masjid (sisi utara) yang masing masing terhubung dengan teras besar. Teras sisi kanan masjid sebagian digunakan untuk tempat sholat jemaah wanita dan area tempat berwudhu.

Tak ada jendela di sisi kanan (utara), sebaliknya tak ada pintu di sisi kiri (selatan) masjid yang menghadap ke pemakaman. Di sisi depan masjid beri dua bukaan kaca, yang sepertinya dipasang belakangan dengan kusen bagian atas yang sedikit melengkung, sangat berbeda dengan bentuk dua jendela di sisi mihrab (barat) dan 3 jendela di sisi kiri (selatan) yang kesemuanya berbentuk segi empat berteralis besi.

Masing masing pintu dan jendela diberi lubang ventilasi di tembok bagian atas nya dengan bentuk empat persegi panjang, seperti layaknya bangunan art deco era penjajahan Belanda. Dan satu hal yang tak akan ditemukan di masjid masjid masa kini adalah masih digunakannya palang pintu dari kayu sebagai pengunci dari dalam masing masing pintu masjid ini.

Interior Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, plakat renovasi masjid ada di tiang sebelah
 kanan, detil plakat tersebut ada di foto sebelumnya.
Teras depan dilengkapi dengan pintu utama menggunakan pintu besi. Di bagian atas pintu ini dipasang tulisan nama dan tarikh pembangunan masjid yang tadi disebut di bagian awal tulisan ini. Di sisi kiri dan kanan pintu utama ini dilengkapi dua pintu pendek bergaya spanyol yang menjadi tempat lalu lalang jemaah.

Masjid ini juga dilengkapi dengan satu bangunan menara berbentuk persegi delapan berbalkon melingkar di bagian atasnya. Dipuncak menara dipasang kubah berbentuk bawang dari bahan logam. Di puncak atap masjid juga dipasang kubah berbahan logam dengan bentuk yang sedikit berbeda. Kubah di puncak atap masjid ini berbentuk kawah tengkurep dengan lafazd Allah di puncak tertingginya.

Keseluruhan lantai masjid ditutup dengan karpet
Butuh perhatian pemerintah.

Setelah kemerdekaan, Masjid Mujahidin hanya menjadi tempat penyebaran agama Islam di Cibarusah. Hampir semua masyarakat menjadikan masjid ini sebagai kiblat keagamaan hingga saat ini. Namun sayangnya, masjid ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Pemeliharaan masjid digotong bersama oleh warga. Sejarah perjuangannyapun tidak pernah ditulis dalam literatur sejarah yang di keluaran oleh Pemda. Masyarakat merawat ingatannya hanya dengan cerita turun temurun.

Sejauh ini hanya TNI yang rutin memberikan perhatian kepada masjid ini. Dengan program program kerja bakti seperti yang dilakukan Kodim 0507/Bekasi dalam rangka memperingati HUT Proklamasi dan menjelang HUT TNI dengan melaksanakan karya bhakti dengan memperbaiki, membersihkan dan melakukan penghijauan dengan penanaman bibit pohon mangga dan kamboja di lingkungan mesjid Al-Mujahidin.

dua kaligrafi besar bertuliskan Allah dan Muhammad S.A.W dipasang di dinding depan
Kodim 0507/Bekasi juga membuat prasasti dan cindera hati bagi Masjid Al-Mujahidin KBC yang ditandatangani bersama sama pada tanggal 7 Agustus 2009 oleh Komandan Kodim 0507/Bekasi Letkol Infantri Mohammad Affandi, Ketua DKM Al-Mujahidin R.H. Alwi Junaedi SE, MM. Sesepuh Babakan Cibarusah R.H.A.Manjidin. Imam/Khotib Ust. R. Oni. Juwaeni dan Penggagas kegiatan tersebut Drs. Munawar Fuad Noeh, MA. Yang merupakan waraga asli Cibarusah dan kini menjadi salah satu petinggi Gerakan Pemuda Anshor.

Mengingat sejarah masjid ini dan usianya yang sudah melebihi 50 tahun sesuai dengan peraturan pemerintah, Masjid Al-Mujahidin ini sudah masuk dalam katagori Bangunan Bersejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan. Namun sayangnya hingga kini sepertinya belum ada tanda tanda adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap Masjid tua ini.

Lebih dekat ke Mihrab
Rencana Pembangunan Monumen Laskar Hizbullah

Untuk mengenang dan meneladani perjuangan para syuhada yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, Drs. Munawar Fuad Noeh, MA menggagas pembangunan Monumen Laskar Hizbullah di samping Masjid Al-Mujahidin KBC ini. Rencana tersebut sudah diluncurkan pada 21 September 2010 lalu dan rencananya akan mulai dibangun tahun 2011.  pembangunan monumen tersebut juga mengenang peristiwa bersejarah yang luar biasa yang pernah terjadi di Masjid Al-Mujahidin KBC di masa perjuangan kemerdekaan.

Penutup

Sangat disadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, sebagian besar materi dikumpulkan dari pernyataan Drs. Munawar Fuad Noeh, MA diberbagai kesempatan kepada media, kunjungan ke lokasi dan foto fisik bangunan. Seperti yang beliau tuturkan bahwa buku buku sejarah perjuangan kemerdekaan, saat sedikit menyinggung eksistensi Masjid Al-Mujahidin KBC. Karenanya, masukan dari berbagai pihak akan diterima dengan tangan terbuka bagi penyempurnaan tulisan ini.

Referensi
bujangmasjid.blogspot.com/2011/04/masjid-al-mujahidin-cibarusah-pangkal
khzainularifin.blogspot.com – rencana pembangunan monumen laskar hizbullah
bekasiku.blogspot.com – karya bhakti tni di masjid tua bekasi
bekasi2025.wordpress.com – jejak hizbullah di bumi bekasi
khzainularifin.blogspot.com – tentang masjid mujahidin cibarusah


Kamis, 01 Desember 2011

Nak, Ayah mencintaimu

Kalau Anda seorang ayah pasti sering mendengar kalimat-kalimat berikut ini: “Ayah, aku sudah mandi.” Aku sudah sudah belajar lho, Pa.” Apa aku boleh ikut abi pergi ?” Kalau bapak pulang, bawakan aku es krim ya ?” Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah respon kita saat itu ? Apakah tanggapan kita seindah binar mata mereka ? Apakah sikap kita semanis senyum mereka ? Apakah jawaban kita sebesar harapan mereka ?
Sebagai seorang ayah sungguh kita harus menyadari betapa anak-anak kita itu memerlukan senyum gagah kita. Mereka juga membutuhkan belaian sayang kita. Buah cinta kita itu selalu merindu dekapan mesra kita. Buah hati kita itu selalu menanti kecupan sayang kita di kening mereka. Yakinlah Anda bahwa tutur kata manis kita amat berarti bagi hatinya. Oleh-oleh yang kita hadiahkan begitu bermakna bagi jiwa mereka. Ketika kita mengajak mereka bepergian rasa bangga memenuhi ruang-ruang kalbunya.
Tentang buah hati kita itu, kekasih Allah, teladan kita, guru tentang cinta & kasih sayang kita, Rasulullah saw bersabda untuk kita para ayah,” Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, maka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah satu-satunya yang memberi mereka rezeki.” Dalam riwayat lain dikisahkan ada seorang Arab Badui yang menemui Rasulullah saw dan berkata,” Mengapakah engkau menciumi anak-anak kecil, sedang kami tidak pernah melakukannya ?” Maka Rasulullah saw bersabda,” Apakah kamu tidak takut bila Allah SWT mencabut rasa kasih sayang dari lubuk hatimu ?”
Bagi anak-anak, kita para ayah adalah pahlawan. Menurut mereka kita adalah sosok gagah yang menentramkan hati mereka. Buah hati kita itu amat bangga terhadap keperkasaan kita. Mereka begitu mendamba perhatian dan kehadiran kita. Namun mereka tak pandai merangkai kata tuk mengungkap cinta. Mereka juga tidak mengerti cara membisikkan rasa rindunya. Mereka mencintai kita para ayah dengan bahasa yang sering tak mampu kita mengerti. Mereka menyayangi kita dengan gaya yang sering tak bisa kita pahami. Karena itu kita sering tak menyadari bahwa ada makhluk-makhluk kecil yang begitu mencintai dan membutuhkan kita.
Saat mereka mendekat, kita sering merasa terusik. Ketika mereka mengajak bicara, kita sering merasa terganggu. Waktu mereka bertanya, sering hati kita merasa tak nyaman. Tangisan mereka seperti suara petir bagi telinga kita. Teriakan mereka bagai badai yang menerjang jiwa kita. Padahal seperti itulah cara anak-anak mencintai kita. Begitulah cara mereka menyayangi kita. Dengan cara seperti itulah mereka ingin menyampaikan bahwa mereka amat membutuhkan kita. Hanya cara seperti itulah yang mereka mengerti untuk menyentuh cinta kita.
Boleh jadi kita belum mampu menjadi ayah yang indah untuk anak-anak kita. Saat mereka menangis kita malah membentaknya. Ketika mereka bertanya kita tidak menggubrisnya. Waktu mereka belajar, kita tidak ada di sisi mereka. Mereka sakit tanpa ada kita di sampingnya. Mereka sedih tanpa ada yang menghiburnya. Mereka jarang kita belai. Mereka jarang kita cium. Kadang pekerjaan kita membuat kita tak menyadari bahwa ada yang menanti-nanti kedatangan kita hingga tertidur di depan pintu rumah kita.

Sudah tiba saatnya bagi kita para ayah untuk mengerti bahasa cinta anak-anak kita. Kita harus memahami cara mereka dalam mencintai kita. Dengan demikian kita bisa menjadi seperti yang mereka pinta. Kita mesti berupaya menjadi seperti yang mereka harapkan. Kita harus menjadi pendengar yang menyenangkan saat mereka berbicara. Ketika mereka mendekati kita sehasta, kita mendekati mereka sedepa. Saat mereka memanggil, kita datangi mereka dengan sepenuh jiwa. Sewaktu mereka menangis, kita akan mendekapnya dengan penuh cinta. Kita juga tak akan pernah lelah tuk berbisik mesra,” Nak, ayah mencintaimu.”

Rabu, 30 November 2011

Hanya Sebuah Koin Penyok Yang Kutemukan Tadi Pagi

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.