Kamis, 01 Agustus 2013

Kisah Ksatria Thariq bin Ziyad Saat Menaklukkan Andalusia (Spanyol)

Kisah Ksatria Thariq bin Ziyad Saat Menaklukkan Andalusia

Andalusia adalah negeri kaum Muslimin yang pernah ditaklukan oleh panglima perang Thariq bin Ziyad. Thariq berasal dari suku Barbar, Afrika yang kemudian memeluk Islam. Entah mungkin untuk mendiskreditkan perjuangan Thariq bin Ziyad, kata-kata Barbar kemudian jika disematkan kemudian berkonotasi negatif, yang berarti tidak beradab, kejam atau kasar.
Negeri Andalusia yang pernah dikuasai kaum Muslimin dan sempat mencapai kegemilangan di bidang ilmu pengetahuan di bawah pemerintahan Islam kini telah dikuasai Nasrani. Oleh sebab itu, Syaikh Abdullah Azzam -rahimahullah- menyinggungnya dalam kitab “An-Nihayah wal Khulashah”:
“Bahkan jihad itu telah menjadi fardlu 'ain bukan saja sejak Rusia memasuki Afghanistan, akan tetapi jihad telah menjadi fardlu 'ain semenjak jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang Nasrani, dan hukumnya belum berubah sampai hari ini.
Dengan demikian jihad telah menjadi fardlu 'ain sejak tahun (1492 M), tatkala Ghornathoh (Granada) jatuh ke tangan orang-orang kafir --- ke tangan orang-orang Nasrani --- sampai hari ini. Dan jihad akan tetap fardlu 'ain sampai kita mengembalikan seluruh wilayah yang dahulu merupakan wilayah Islam, ke tangan kaum muslimin.”
Semoga kisah kegemilangan Thariq bin Ziyad yang dikutip dari kitab “Shuwarun min Hayatil Fatihin” bukan sekedar nostalgia semata, namun bisa menginspirasi dan memotivasi kaum Muslimin untuk berjihad meraih kembali kejayaan Islam.
Thariq bin Ziyad
Sang Penakluk Andalusia
Thariq dilahirkan pada tahun 50 H (670 M), di tengah suku keluarga Berber (Barbar, red.) dari kabilah Nafazah, di Afrika Utara.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.[1]
Jalan Ke Andalusia
Misi ekspansi pasukan Islam ke luar Jazirah Arab bermula di masa Khulafaur Rasyidin, dengan tujuan menyebarluaskan Islam ke seluruh wilayah yang memungkinkan untuk di jangkau pasukan Islam. Maka tercapailah penaklukan atas Syam (Syiria, Palestina, dan sekitarnya), Irak dan Iran (Persia).
Pasukan muslimin juga berangkat menaklukan Mesir di bawah pimpinan panglima ‘Amru ibnul-‘Ash. Mesir saat itu berada di bawah kekuasaan penjajah Romawi (Bizantium). Setelah masuk ke Mesir, mereka menuju ke arah Burqah, lalu sampailah pasukan Islam ke Tripoli (sekarang ibu kota negara Libya-red.) untuk mengepungnya dan mendudukinya.
Pada masa kekhilafahan Usman bin Afaan, pasukan Islam mulai membuka ekspansi ke kawasan Maghribi (Maroko dan sekitarnya), di bawah komandan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Di dalam pasukan terdapat putra-putra sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam.[2]
Tekad dan semangat mereka semakin kuat setelah berperang melawan pasukan Romawi yang dipimpin Jurjir. Ekspansi itu berlanjut cepat hingga memasuki kota Carthago di pantai Utara Afrika, sebelah utara kota Tunis sekarang. Pasukan Islam di wilayah Ifriqiya ini di pimpin oleh komandan Uqbah bin Nafi’. Ia memiliki wawasan yang luas tentang situasi daerah itu. Selanjutnya ia membangun kota Qairawan (Kairaouan) di Tunisia, untuk mengukuhkan keberadaan Islam di bumi Afrika.
Selanjutnya Uqbah bin Nafi’ dan pasukannya bergerak kearah barat dan selatan dan sampai ke Tangier (Arab: Tanja), sekarang Maroko. Dalam perjalanan pulang ke Qairawan ia dihadang gerombolan suku Berber. Uqbah bin Nafi’ terbunuh bersama tiga ratus tentaranya. Ia dimakamkan di suatu tempat yang sekarang dinamai Sidi Uqbah (Tahuda) di Aljazair sekarang.
Kaum muslim menuntut balas atas kematian Uqbah, dan mereka berhasil membunuh Kasilah, komandan perang Berber. Namun, tindakan balas-membalas itu tidak berkepanjangan, sebab orang Berber sudah merasa puas dengan terbunuhnya Zuhair bin Qais yang membunuh Kasilah. Zuhair gugur di Qadisiyyah (Irak).
Dan pada akhirnya pasukan muslimin berhasil menaklukkan wilayah Ifriqiya di bawah komando Hasan bin an-Nu’man al-Ghassani yang berhasil menceraiberaikan pasukan Berber. Ia juga memorakporandakan pasukan Romawi, dan menang dalam perang melawan pasukan Al-Kahin (Sang Dukun) sesudah menaklukkan Bazrat.
Setelah itu datanglah Musa bin Nushair sebagai pemegang komando utama pasukan muslimin di Afrika. Ia meraih berbagai kemenangan sampai jauh ke barat di tepi samudera, dan kembali ke Qairawan sesudah terbina keamanan dan ketertiban.
Saat itulah seorang komandan Berber bersama pasukannya masuk Islam. Ia sebelumnya dikenal sebagai komandan penjaga di Tangier. Ia adalah Thariq bin Ziyad.
Jalan ke daratan Spanyol terbuka luas setelah Julian, pangeran Spanyol di Ceuta (Sabatah) meminta bantuan Musa bin Nusair untuk menyerang dan menjatuhkan Raja Roderick dari bangsa Visigoth yang berkuasa di Spanyol dari ibu kotanya di Toledo. Julian marah karena Raja Kristen Roderick memperkosa adik perempuannya yang ia titipkan ke Raja untuk bisa memperoleh pendidikan tinggi. Thariq dan Julian pun berkawan dekat.
Menaklukkan Andalusia (Spanyol)
Musa bin Nushair merasa perlu menguji Count (Pangeran) Julian dengan mengirim 500 tentara di bawah komando Tharif ke wilayah yang sampai kini dinamai Tarifa, di ujung paling selatan Spanyol. Orang Arab menamakannya Jazira Tharif (Terifa). Itu terjadi pada tahun91 H.[3]   Tharif membawa misi utama pengintaian kekuatan Kerajaan Bangsa Visigoth, serta penjajakan bagi sebuah operasi militer besar.
Gubernur Musa semakin yakin akan kejujuran Pangeran Julian, setelah Pangeran Ceuta itu juga menyiapkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk menyerang Spanyol. Dan setetlah mendapat izin dari Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Musa pun memutuskan menyerang Spanyol. Apalagi saat itu Raja Roderick di Toledo sedang menghadapi pemberontakan di bagian utara kerajaannya. Untuk melaksanakan misi besarkannya itu, Musa memilih seorang Berber, Thariq bin Ziyad, sebagai Komandan.
Panglima perang Thariq bin Ziyad bersama 7000 tentara, yang mayoritas berasal dari suku Berber, menyeberang ke Spanyol di tahun 711 M. ia mendarat dekat gunung batu besar yang kelak dinamai dengan namanya, Jabal (gunung) Thariq, Orang Eropa menyebutnya Gilbraltar.
Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa, dan tegas.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;
“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah 12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka berhasil dimanfaatkan oleh pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak, hingga akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan di duga ia tenggelam di Sungai Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai.
Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda dari penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.
Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan dengan jalan kekerasan.
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaannya sampai lumat. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang.  Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya.
Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol  pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu.  Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan perjalanan  ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemeberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang.  Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyol dan Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.
Perjalanan hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Andalusia. [Widad/Miftahul Jannah]

[1] Baca Daulatu al-Islam fii al-Andalusia, oleh Dr. Abdullah ‘Inan.
[2] Antara lain: Al Hasan dan Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah), Abdullah bin Umar ibnul –Khaththab, Abdullah bin ‘Amr ibnnul-‘Ash, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Abu Bakar, dan lainnya (-Ed).
[3] Taarikh Fath al-Maghribi wa al-Andalus, Dr. Al-‘Ubadi

Kamis, 19 April 2012

Pembelian Barang dengan Kredit

Cetak E-mail
Ditulis oleh Dewan Asatidz   
Bagaimana hukumnya membeli barang dengan cara dikredit? Apabila tidak diperbolehkan bagaimana kami harus memperlakukan barang-barang yang kami miliki dengan cara kredit tersebut.
Apakah ini termasuk dalam kategori Riba?. karena mengambil keuntungan yang banyak?  Apa bedanya dengan meminjamkan uang? dengan perhitungan bunga.
-------
Tanya
-------

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhAssalamu'alaikum wr. wb.

Bagaimana hukumnya membeli barang dengan cara dikredit? Apabila tidak diperbolehkan bagaimana kami harus memperlakukan barang-barang yang kami miliki dengan cara kredit tersebut.
Apakah ini termasuk dalam kategori Riba?. karena mengambil keuntungan yang banyak?  Apa bedanya dengan meminjamkan uang? dengan perhitungan bunga.

Sekian, terimakasih

Wassalam'alaikum wr.wb.

Dwi L Bekasi

----------
Jawab
----------

1. Transaksi sejenis yang dilarang agama adalah yang secara eksplisit menyebutkan dua harga dalam satu waktu dan dicantumkan dalam kontrak, seperti ungkapan sang penjual "aku menjual barang ini dengan dua harga, yaitu 1000 kalau cash dan 1500 kalau dibayar setelah satu bulan".  Maka sebaiknya dalam transaksi jual beli model begini, si penjual dan
pembeli harus memilih salah satu harga yang digunakan dalam transaksi, misalnya  sang pembeli menentukan pembelian barang tersebut dengan harga 1500, namun pembayarannya setelah 5 bulan. Kalau transaksi jual beli tersebut tidak menentukan harga mana yang dipakai, hukumya  tidak diperbolehkan, karena termasuk menjual barang dengan dua harga yang bertentangan dengan asas mu'amalah Islam, yaitu kejelasan subyek dan obyek transaksi.

2. Sebagaian besar ulama (jumhurul fuqaha`) berpendapat bahwa menjual barang dengan cara kredit bukan termasuk riba, sah dilakukan meskipun untung yang diperoleh lebih besar, asalkan tidak sampai  kepada tingkat eksploitasi. Jika sampai kepada tingkat eksploitasi maka hukumnya tidak boleh.

3. Ada perbedaan mendasar antara transaksi jual beli sistem kredit/angsuran dengan transaksi riba dalam bentuk  meminjamkan uang, yaitu :

Pertama : Dalam riba, kelebihan nilai yang harus dibayar oleh peminjam adalah sejenis dengan yang dipinjam. Si peminjam mengambil uang sebesar 1000 dan mengembalikan uang sebesar 1500, uang tambahan sebesar 500 tersebut sejenis dengan uang yang dipinjam. Di sinilah terjadi riba karena termasuk kategori riba adalah persamaan jenis. Sedangkan dalam transaksi di atas, harga yang dibayarkan tidak lah sejenis dengan komoditas yang dipinjam, jelasnya : si pembeli meminjam komoditas dan membayarnya dengan harga yang lebih tinggi. Komoditas dan harga tidak mempunyai persamaan jenis.

Kedua : transaksi tersebut menyangkut komoditas yang diperdagangkan, sudah barang tentu harga komoditas menurut ukuran normal akan cenderung mengalami perubahan harga dari waktu ke waktu. Begitu juga si penjual, tentu bermaksud
untuk segera mengelola uang hasil penjualannya untuk aktifitas bisnis berikutnya. Dengan pembayaran yang ditunda, jelas penjual akan dirugikan karena komoditas laku, namun uang hasil penjualan belum masuk. Di disinilah kelebihan harga tersebut diperbolehkan untuk melindungi kepentingan penjual dan membantu keterbatasan pembeli yang telah memanfaatkan komoditas yang dibeli untuk kepentingannya.

Sedangkan dalam masalah riba, si pemberi pinjaman hanya mengharapkan tambahan nilai uang yang dipinjamkan dengan tidak menanggung kerugian apapun. Si pemberi pinjaman seakan mengharapkan tambahan nilai dari uang yang dipinjamkannya hanya dari perbedaan waktu dan si peminjam juga hanya memberikan tambahan karena perbedaan waktu.


Wallahu a'lam.

Muhammad Niam
Shocheh Ha.

Jumat, 20 Januari 2012

Indonesia Dijajah 3,5 Abad Hanya Karena Sebuah Buku


L


Tahukah Anda bahwa karena sebuah bukulah maka bangsa Belanda bisa sampai di Nusantara dan melakukan penjajahan atas bumi yang kaya raya ini selama berabad-abad? Buku tersebut berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien , yang ditulis Jan Huygen van Linshoten di tahun 1595.

Inilah kisahnya:
Jauh sebelum Eropa terbuka matanya mencari dunia baru, warga pribumi Nusantara hidup dalam kedamaian. Situasi ini berubah drastis saat orang-orang Eropa mulai berdatangan dengan dalih berdagang, namun membawa pasukan tempur lengkap dengan senjatanya. Hal yang ironis, tokoh yang menggerakkan roda sejarah dunia masuk ke dalam kubangan darah adalah dua orang Paus yang berbeda. Pertama, Paus Urbanus II, yang mengobarkan perang salib untuk merebut Yerusalem dalam Konsili Clermont tahun 1096. Dan yang kedua, Paus Alexander VI.

Perang Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang peradaban yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami pencerahan akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini. Merupakan fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari samudera, bangsa Arab telah dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera luas hingga ke Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat utama dalam ritual pembalseman para Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi, didatangkan dari satu kampung kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat Sumatera tengah.

Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola dunia yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia manapun. Negeri itu penuh dengan karet, lada, dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut iklimnya sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Nusantara. Mendengar semua kekayaan ini Eropa sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang selama ini belum pernah didapatkannya.

Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol melalui Perjanjian Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini, Paus Alexander dengan seenaknya membelah dunia di luar daratan Eropa menjadi dua kapling untuk dianeksasi. Garis demarkasi dalam perjanjian Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis lintang dari Tanjung Pulau Verde, melampaui kedua kutub bumi. Ini memberikan Dunia Baru—kini disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrika serta India diserahkan kepada Portugis. Paus menggeser garis demarkasinya ke arah timur sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde. Brazil pun jatuh ke tangan Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah timur jauh menuju kepulauan Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar ke Barat dan Portugis ke Timur, keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di Laut Banda.




Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka akan berkelahi, namun saat bertemu di Maluku, Portugis dan Spanyol mencoba untuk menahan diri. Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat perjanjian Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis sambungan pada setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer dari Tanjung Verde. Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di sekitar Guam.
Sejak itulah, Portugis dan Spanyol berhasil membawa banyak rempah-rempah dari pelayarannya. Seluruh Eropa mendengar hal tersebut dan mulai berlomba-lomba untuk juga mengirimkan armadanya ke wilayah yang baru di selatan. Ketika Eropa mengirim ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru, pengertian antara perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris tidak ada bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja, para pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat kaya raya ini. Mereka berlomba-lomba mencapai Nusantara dari berbagai jalur. Sayang, saat itu belum ada sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan detil memuat jalur perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa sebagai Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai daratan India, sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap.

Dibandingkan Spanyol, Portugis lebih unggul dalam banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar (dan mendirikan Knight of Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta terbaru mereka yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta tersebut saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan saudagar Eropa. Namun ibarat pepatah, “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta rahasia yang dipegang pelaut-pelaut Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah bekerja lama pada pelaut-pelaut Portugis mengetahui hal ini. Salah satu dari mereka bernama Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya.

Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang Belanda. Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-kapal lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.

Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi pertama menuju Nusantara yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman mendarat di pelabuhan Banten yang merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de Houtman sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian, tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.

Orang-orang Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap memimpin saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan armada yang jauh lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan semangat yang menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur. Dalam tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal itu berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945.Semoga menambah wawasan kita semua.


http://faktaduniaunik.blogspot.com
http://forum.vivanews.com/sejarah-dan-budaya/226584-indonesia-di-jajah-3-5-abad-hanya-karena-sebuah-buku.html

Minggu, 18 Desember 2011

Masjid Perahu di Babakan Cibarusah


Masjid Perahu di Kampung Babakan Cibarusah

Masjid ini cukup unik, kecil tapi antik. Di bagian depan masjid ini berdiri bangunan berbentuk perahu dengan ukuran cukup besar dicat dengan warna biru, cukup menarik perhatian. Masjid ini berlokasi tak jauh dari gerbang perumahan Cibarusah Indah.



View Masjid Perahu Babakan Cibarusah in a larger map

Perahu itu sejatinya adalah
tempat wudhu.
Ketika mampir ke masjid ini, bukan dalam waktu sholat, tak ada jemaah satupun disana untuk sekedar bertanya apa nama masjid unik ini. Tak ada papan nama atau sedikit petunjuk yang mengenai nama atau riwayat masjid ini. Yang pasti aura masa lalu sangat terasa ketika mampir kesini.

Bangunan perahu di bagian depan masjid ini sebenarnya adalah bangunan tempat wudhu yang sengaja dibangun berbentuk perahu. Para pendiri masjid ini pastinya punya alasan sendiri dengan bentuk tempat wudhu yang tak biasa ini.

Ada beberapa hal yang menutur saya cukup impresif dengan masjid ini selain bangunan perahu di halaman depan. Ornamen dua pedang besar yang menyilang di atas teras kecil masjid. Bentuk pedang yang mengingatkanku pada bentuk pedangnya para pejuang Mujahidin.

Hiasan di ujung atap masjid
cukup menarik bukan ?
Di puncak atap tumpang tiga masjid ini terpasang mastaka atau mahkota dengan ukiran yang cukup indah. Saya belum pernah menemukan mastaka masjid yang indah dengan bentuk seperti ini sebelumnya. Ukirannya cukup detil dan rapi.

Sementara dibagian dalam masjid terpasang lampu gantung yang juga sangat antiq. Sepertinya juga sudah berumur sangat tua, meski sudah difungsikan lagi sebagai penerangan karena dibagian bawah lampu tersebut terpasang bohlam lampu listrik biasa sebagai penerangan.

 Dan sepertinya lampu gantung ini memang bukan untuk lampu listrik tapi sebagai tempat menyimpan lilin sebagai penerangan. saya memang tak terlalu lama berada disana untuk mengamati lebih rinci.

Di sisi utara masjid ini ada sebuah bukit kecil yang rindang dengan pepohonan besar yang sudah berusia tua. Dan di atas bukit ini terdapat beberapa makam, sepertinya makam yang juga sudah berumur cukup tua. Makam dari sesepuh Cibarusah barangkali, pintu makam sepertinya terkunci dan tak ada sesiapa disana untuk ditanya tentang masjid dan makam tersebut. Warga sekitar menyebutkan makan tersebut adalah makam Mbah Sena.
Lampu gantung antik di
dalam masjid


Apakah antara masjid dan makam dimaksud memiliki keterkaitan satu sama lain nya, atau bahkan mungkin makam tersebut adalah makam dari pendiri Cibarusah dan terkait dengan Masjid tua Almujahidin Kampung Babakan Cibarusah (KBC) ?.

Masih harus banyak bertanya untuk menemukan jawaban nya.

Begini bentuk masjid nya tanpa perahu
Dan ini perahu yang merupakan bangunan tempat wudhu
Perspektif bangunan dari sudut pagar
Dilihat dari arah makam di atas bukit

Sabtu, 03 Desember 2011

Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, Pangkal Perjuangan Laskar Hizbullah

Hizbullah yang disebut disini tak ada kaitannya dengan pasukan Hizbullah yang secara the facto berkuasa di Lebanon Selatan dan ahirnya melibatkan pasukan TNI mengambil bagian dalam pasukan perdamaian Internasional di Lebanon. Laskar Hizbullah yang dimaksud adalah Pasukan pemuda, pelajar Islam (santri) semasa perang kemerdekaan di bumi tercinta ini. Laskar Hizbullah dibentuk oleh Masyumi  tahun 1944 ketika pasukan Jepang mulai terdesak oleh pasukan sekutu. Masyumi sendiri dibentuk oleh berbagai organisasi Islam termasuk didalamnya Nahdatul Ulama (NU) dibawah pimpinan KH. Wachid Hasyim.

Adapun masjid Al-Mujahidin yang akan kita bahas disini adalah masjid tua yang terletak di kampung Babatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebuah masjid tua yang menjadi salah satu saksi sejarah perjuangan para syuhada Bekasi memerdekakan Republik ini dari belenggu penjajahan meski harus berkalang tanah, dalam niat tulus ‘Jihad Fisabilillah”.

Adalah Drs. Munawar Fuad Noeh, MA, petinggi Gerakan Pemuda Anshar, dan merupakan warga asli Cibarusah yang kemudian menggagas pembangunan monumen perjuangan Laskar Hizbullah di samping masjid Al-Mujahidin ini, untuk mengenang perjuangan Laskar Hizbullah turut serta memerdekakan Republik ini, dan yang lebih penting lagi adalah melestarikan dan mewariskan semangat perjuangan para pejuang kemerdekaan kepada generasi selanjutnya.

Lokasi Masjid Al-Mujahidin Cibarusah.

Masjid Al-Mujahidin ini berada di Kampung Babakan Cibarusah (biasa disebut KBC) masuk dalam Desa Cibarusah Kota, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Agak sulit menemukan koordinat masjid ini di aplikasi google maps ataupun Google Earth, dalam aplikasi gratisan tersebut, daerah ini masih ditampilkan dalam format foto satelit beresolusi rendah. Bila ada yang lebih memahami lokasi masjid ini jangan sungkan untuk memberikan masukan.
 
Untuk mencapai kampung Babakan Cibarusah (KBC) dari Jakarta atau Bandung, bila anda menggunakan ruas tol Jakarta-Cikampek, akan lebih mudah bila anda keluar di pintu tol Cikarang Barat / Lemah Abang lalu berbelok ke arah selatan (belok kanan) melewati Lippo Cikarang, Pasar Serang, Area Rekreasi Taman Buaya, perumahan Kota Serang Baru (KSB), sampai kemudian masuk ke kawasan KBC, masjid ini berada di sisi kanan jalan. Alternatif lain adalah dari pertigaan jonggol ke arah Cikarang, masjid ini berada di sisi kiri jalan di KBC.

Sejarah Masjid Al-Mujahidin KCB

Sejarah Tertulis Masjid Al-Mujahidin KBC

Nama Masjid dan Tahun renovasi di atas
pintu utama masjid
Di atas pintu masuk utama masjid ini tertulis dalam aksara Arab dan Latin “MASJID AL-MUJAHIDIN BABAKAN KOTA CIBARUSAH, JUNI 1937, ROBIUL AWAL 1356”. Lengkap dengan lambang laskar Hizbullah di bagian atasnya. Sementara di salah satu dari enam tiang utama di dalam masjid terpasang prasasti kecil dalam bahasa Belanda yang berbunyi “HERBOUWD 1935/1937, COMITE MASDJID”



Di dinding depan masjid juga terpasang piagam pendirian masjid dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi bertanggal 19 Syafar 1409H / 1 Oktober 1998M dan ditandatangani oleh Kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi HM. Zainuddin, BA. Dalam piagam tersebut dijelaskan bahwa masjid Al-Mujahidin yang terletak di Kampung Babakan Desa Cibarusah Kota, dibangun pada tahun 1930.

Plakat peringatan renovasi masjid dipasang
di salah satu dari enam tiang utama masjid.
Piagam tersebut juga menyatakan bahwa Masjid Al-Mujahidin Kampung Babakan Cibarusah ini sudah terdaftar di Departemen Agama dengan nomor 34/MJ/1988. dan disebutkan juga bahwa piagam pendirian masjid tersebut dikeluarkan berdasarkan surat keterangan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibarusah bernomor K.13/05/142/1998 tanggal 16 Agustus 1988. Sebagai mana disebutkan dalam piagam tersebut bahwa dikeluarkannya piagam pendirian masjid ditahun 1988 itu menjadi pengukuhan pendirian masjid sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut aplikasi “google terjemah”, Herbouwd dalam bahasa Belanda bila Indonesiakan berarti “dibangun kembali”. Merujuk kepada tahun tersebut saja masjid ini sudah jauh lebih tua dari umur Republik Indonesia tercinta ini. Menjadi pertanyaan adalah, kapan masjid Al-Mujahidin ini pertama kali dibangun dan oleh siapa ?. Bila kita mencermati tiga sumber tertulis di atas ada 3 angka tahun yang berbeda, masing masing adalah tahun 1937 di atas pintu utama masjid, tahun 1935/1937 sebagaimana tertulis dalam prasasti di tiang masjid dan tahun 1930 seperti dijelaskan dalam piagam pendirian masjid yang dikeluarkan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi.

Pintu utama
Bisa saja kita menyimpulkan bahwa masjid tersebut dibangun tahun 1930M lalu di renovasi atau “dibangun kembali” lima tahun kemudian (tahun 1935M) dan proses direnovasi tersebut selesai dilaksanakan pada bulan Juni tahun 1937M bertepatan dengan bulan Robiul Awal tahun 1356H. Lalu kenapa harus dibangun kembali ditahun 1935M/1937M ?. Kawasan Cibarusah bukanlah kawasan padat penduduk di era tersebut, jalan akses dari dan menuju kesana pun sangat sulit ketika itu. Pertambahan jumlah penduduk yang membengkak dalam kurun 5 tahun sepertinya bukanlah alasan yang dapat diterima sebagai dasar pembangunan kembali masjid tersebut untuk diperluas guna menampung membludaknya jamaah.

Penetapan angka 1930M oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Bekasi sebagai tahun pendirian masjid itupun sepertinya masih patut dipertanyakan, mengingat adanya batu nisan salah satu makam di samping masjid yang bertarikh 1916M. Seperti yang sudah umum terjadi, biasanya pemakaman umum dibangun di sebelah Masjid, bukan Masjid yang dibangun disebelah pemakaman umum. Artinya, boleh jadi masjid ini dibangun jauh sebelum tahun 1916M sebagaimana tarikh pada Nisan Makam tersebut. Butuh penggalian lebih dalam untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut.

Sejarah Tutur Masjid Al-Mujahidin KBC

Kubah di atap limas masjid
Sejarah tutur yang disampaikan secara turun temurun menyebutkan bahwa masjid Al-Mujahidin di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) ini dibangun pertama kali oleh Pangeran Senapati, salah satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Konon di tahun 1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan Pangeran Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman. Maka dimulailah perjalanan panjang Pangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati.

Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.

Dikisahkan bahwa ketika masjid masjid telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Pangeran Senopati tersebut berbahan utama kayu jati yang ketika itu melimpah disana. Tak jauh dari masjid dibangun sebuah kolam penampung air bersih berukuran kira kira 20x30m untuk menampung air bersih yang dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa pipa bambu dan saluran yang dibangun secara bergotong royong. Riwayat tutur menyangkut sejarah masjid ini terputus sampai disitu. Hingga kini keturuan Pangeran Sena masih ada di KBC, keluarga beliau dapat dikenali dengan gelar ‘Raden’ yang disematkan kepada nama mereka masing masing. Pangeran Senapati wafat dan dimakamkan di Kampung Babakan Cibarusah (KBC) dan dikenal dengan sebutan Makam Embah Uyut Sena.

Peran Masjid Al-Mujahidin KBC di masa perjuangan

Mimbar dan Mihrab Masjid Al-Mujahidin
Dimasa perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang masjid Al-Mujahidin ini menjadi markas serta camp pelatihan pasukan Laskar Hizbulllah, Pasukan perang bentukan Masyumi tahun 1944M. Masyumi menjadi tempat bergabungnya organisasi organisasi Islam ketika itu termasuk Nahdatul Ulama (NU) dibawah pimpinan KH. Wachid Hasyim (Pahlawan Nasional dan juga ayah dari Mantan Presiden RI, KH. Abdurrahman Wachid alias Gusdur). Di masjid inilah yang menjadi pusat penggemblengan Laskar Hizbullah untuk disiapkan menjadi tentara terlatih untuk kemudian ditempatkan di berbagai lokasi di pulau jawa dan Madura.

Dipilihnya Cibarusah sebagai tempat latihan semi miter Laskar Hizbullah karena dinilai strategis. Masih banyak hutan dan terletak tidak jauh dari pusat kekuasaan Jepang di Jakarta.  Laskar Hizbullah dibentuk atas usulan 10 ulama besar di Jawa, untuk mengimbangi Laskar PETA (Pembela Tanah Air) tentara nasionalis bentukan Jepang tahun 1942. Meskipun antara PETA dan Hizbullah berbeda, namun kurikulum militernya disusun oleh orang yang sama, yaitu Kapten Yamazaki.

Pada masa itu, Masjid Al-Mujahidin KBC bukan hanya sekedar sebagai tempat ibadah saja, tapi juga pusat komando dalam mengatur strategi. Dari Masjid ini KH. Zainul Arifin (pahlawan Nasional) merupakan seorang tokoh muda yang ketika itu menjabat sebagai konsul NU di Jakarta, mengobarkan semangat anak muda khususnya kaum santri pesantren untuk menjadi garda terdepan perjuangan melawan penjajah. Dalam rapat Masyumi Banten 15 Januari 1945, KH. Zainul Arifin menyampaikan pidato yang kutipannya begitu terkenal berbunyi “Hanya dengan adanya pemuda-pemuda yang berani berjuang, keluhuran bangsa dapat tercapai”.

Lampu antik di teras masjid Al-Mujahidin
Pembinaan Hizbullah dipercayakan kepada Masyumi, sedangkan latihannya dilaksanakan oleh Kapten Yamazaki. Pusat latihan Hizbullah dikelola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin, Konsul NU di Jakarta. Anggotanya meliputi Abdul Mukti, Konsul Muhammadiyah Madiun, Ahmad Fathoni, Muhammad Syahid, Amir Fattah, Prawoto Mangkusasmito, dan KH Mukhtar.
Adapun penanggungjawab politik adalah KH A. Wahid Hasyim, didampingi KH Abdulwahab Hasbullah, Ki Bagus Hadikusumo, KH Masykur, Mr. Mohammad Roem, dan Anwar Tjokroaminoto.

Latihan semi-militer Hizbullah diselenggarakan masing masing selama dua bulan di Cibarusah, Bogor (sejak 1950 Cibarusah dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi). Pada angkatan pertama latihan, diikuti 150 pemuda yang dikirim dari tiap keresidenan di seluruh Jawa dan Madura. Masing-masing keresidenan sebanyak lima pemuda. Jumlah anggota Hizbullah diperkirakan mencapai 50 ribu orang.

Arsitektur Masjid

Masuk ke dalam masjid ini serasa ditelan aura masa lalu, bagaimana tidak. Arsitektural masjid ini serupa dengan bangunan bangunan peninggalan Belanda di Indonesia. Pintu pintu dan jendela berukuran besar, tembok yang tebal berikut sedikit langgam art deco, ditambah pernak pernik yang popular di abad yang lalu.

Masjid Al-Mujahiidin dari arah jalan raya menuju ke CIbarusah
Bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan hasil HERBOUWD (renovasi) tahun 1935/1937. Sejatinya bangunan ini merupakan bangunan segi empat dengan atap limas ditopang enam tiang utama di tengah masjid. keseluruhan dinding masjid menggunakan tembok bata lebar diplester. Sisi luar tembok masjid bagianbawah ditutup dengan susunan batu alam ukuran besar di cat berwarna hitam seperti kebanyakan bangunan warisan Belanda di Indonesia.

Pintu dan jendela masjid berbentuk segi empat tanpa lengkungan dengan dua daun pintu. Pintu utama masjid terdiri dari 3 buah pintu masuk di bagian depan dan 3 pintu di samping kanan masjid (sisi utara) yang masing masing terhubung dengan teras besar. Teras sisi kanan masjid sebagian digunakan untuk tempat sholat jemaah wanita dan area tempat berwudhu.

Tak ada jendela di sisi kanan (utara), sebaliknya tak ada pintu di sisi kiri (selatan) masjid yang menghadap ke pemakaman. Di sisi depan masjid beri dua bukaan kaca, yang sepertinya dipasang belakangan dengan kusen bagian atas yang sedikit melengkung, sangat berbeda dengan bentuk dua jendela di sisi mihrab (barat) dan 3 jendela di sisi kiri (selatan) yang kesemuanya berbentuk segi empat berteralis besi.

Masing masing pintu dan jendela diberi lubang ventilasi di tembok bagian atas nya dengan bentuk empat persegi panjang, seperti layaknya bangunan art deco era penjajahan Belanda. Dan satu hal yang tak akan ditemukan di masjid masjid masa kini adalah masih digunakannya palang pintu dari kayu sebagai pengunci dari dalam masing masing pintu masjid ini.

Interior Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, plakat renovasi masjid ada di tiang sebelah
 kanan, detil plakat tersebut ada di foto sebelumnya.
Teras depan dilengkapi dengan pintu utama menggunakan pintu besi. Di bagian atas pintu ini dipasang tulisan nama dan tarikh pembangunan masjid yang tadi disebut di bagian awal tulisan ini. Di sisi kiri dan kanan pintu utama ini dilengkapi dua pintu pendek bergaya spanyol yang menjadi tempat lalu lalang jemaah.

Masjid ini juga dilengkapi dengan satu bangunan menara berbentuk persegi delapan berbalkon melingkar di bagian atasnya. Dipuncak menara dipasang kubah berbentuk bawang dari bahan logam. Di puncak atap masjid juga dipasang kubah berbahan logam dengan bentuk yang sedikit berbeda. Kubah di puncak atap masjid ini berbentuk kawah tengkurep dengan lafazd Allah di puncak tertingginya.

Keseluruhan lantai masjid ditutup dengan karpet
Butuh perhatian pemerintah.

Setelah kemerdekaan, Masjid Mujahidin hanya menjadi tempat penyebaran agama Islam di Cibarusah. Hampir semua masyarakat menjadikan masjid ini sebagai kiblat keagamaan hingga saat ini. Namun sayangnya, masjid ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Pemeliharaan masjid digotong bersama oleh warga. Sejarah perjuangannyapun tidak pernah ditulis dalam literatur sejarah yang di keluaran oleh Pemda. Masyarakat merawat ingatannya hanya dengan cerita turun temurun.

Sejauh ini hanya TNI yang rutin memberikan perhatian kepada masjid ini. Dengan program program kerja bakti seperti yang dilakukan Kodim 0507/Bekasi dalam rangka memperingati HUT Proklamasi dan menjelang HUT TNI dengan melaksanakan karya bhakti dengan memperbaiki, membersihkan dan melakukan penghijauan dengan penanaman bibit pohon mangga dan kamboja di lingkungan mesjid Al-Mujahidin.

dua kaligrafi besar bertuliskan Allah dan Muhammad S.A.W dipasang di dinding depan
Kodim 0507/Bekasi juga membuat prasasti dan cindera hati bagi Masjid Al-Mujahidin KBC yang ditandatangani bersama sama pada tanggal 7 Agustus 2009 oleh Komandan Kodim 0507/Bekasi Letkol Infantri Mohammad Affandi, Ketua DKM Al-Mujahidin R.H. Alwi Junaedi SE, MM. Sesepuh Babakan Cibarusah R.H.A.Manjidin. Imam/Khotib Ust. R. Oni. Juwaeni dan Penggagas kegiatan tersebut Drs. Munawar Fuad Noeh, MA. Yang merupakan waraga asli Cibarusah dan kini menjadi salah satu petinggi Gerakan Pemuda Anshor.

Mengingat sejarah masjid ini dan usianya yang sudah melebihi 50 tahun sesuai dengan peraturan pemerintah, Masjid Al-Mujahidin ini sudah masuk dalam katagori Bangunan Bersejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan. Namun sayangnya hingga kini sepertinya belum ada tanda tanda adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap Masjid tua ini.

Lebih dekat ke Mihrab
Rencana Pembangunan Monumen Laskar Hizbullah

Untuk mengenang dan meneladani perjuangan para syuhada yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, Drs. Munawar Fuad Noeh, MA menggagas pembangunan Monumen Laskar Hizbullah di samping Masjid Al-Mujahidin KBC ini. Rencana tersebut sudah diluncurkan pada 21 September 2010 lalu dan rencananya akan mulai dibangun tahun 2011.  pembangunan monumen tersebut juga mengenang peristiwa bersejarah yang luar biasa yang pernah terjadi di Masjid Al-Mujahidin KBC di masa perjuangan kemerdekaan.

Penutup

Sangat disadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, sebagian besar materi dikumpulkan dari pernyataan Drs. Munawar Fuad Noeh, MA diberbagai kesempatan kepada media, kunjungan ke lokasi dan foto fisik bangunan. Seperti yang beliau tuturkan bahwa buku buku sejarah perjuangan kemerdekaan, saat sedikit menyinggung eksistensi Masjid Al-Mujahidin KBC. Karenanya, masukan dari berbagai pihak akan diterima dengan tangan terbuka bagi penyempurnaan tulisan ini.

Referensi
bujangmasjid.blogspot.com/2011/04/masjid-al-mujahidin-cibarusah-pangkal
khzainularifin.blogspot.com – rencana pembangunan monumen laskar hizbullah
bekasiku.blogspot.com – karya bhakti tni di masjid tua bekasi
bekasi2025.wordpress.com – jejak hizbullah di bumi bekasi
khzainularifin.blogspot.com – tentang masjid mujahidin cibarusah


Kamis, 01 Desember 2011

Nak, Ayah mencintaimu

Kalau Anda seorang ayah pasti sering mendengar kalimat-kalimat berikut ini: “Ayah, aku sudah mandi.” Aku sudah sudah belajar lho, Pa.” Apa aku boleh ikut abi pergi ?” Kalau bapak pulang, bawakan aku es krim ya ?” Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah respon kita saat itu ? Apakah tanggapan kita seindah binar mata mereka ? Apakah sikap kita semanis senyum mereka ? Apakah jawaban kita sebesar harapan mereka ?
Sebagai seorang ayah sungguh kita harus menyadari betapa anak-anak kita itu memerlukan senyum gagah kita. Mereka juga membutuhkan belaian sayang kita. Buah cinta kita itu selalu merindu dekapan mesra kita. Buah hati kita itu selalu menanti kecupan sayang kita di kening mereka. Yakinlah Anda bahwa tutur kata manis kita amat berarti bagi hatinya. Oleh-oleh yang kita hadiahkan begitu bermakna bagi jiwa mereka. Ketika kita mengajak mereka bepergian rasa bangga memenuhi ruang-ruang kalbunya.
Tentang buah hati kita itu, kekasih Allah, teladan kita, guru tentang cinta & kasih sayang kita, Rasulullah saw bersabda untuk kita para ayah,” Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, maka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah satu-satunya yang memberi mereka rezeki.” Dalam riwayat lain dikisahkan ada seorang Arab Badui yang menemui Rasulullah saw dan berkata,” Mengapakah engkau menciumi anak-anak kecil, sedang kami tidak pernah melakukannya ?” Maka Rasulullah saw bersabda,” Apakah kamu tidak takut bila Allah SWT mencabut rasa kasih sayang dari lubuk hatimu ?”
Bagi anak-anak, kita para ayah adalah pahlawan. Menurut mereka kita adalah sosok gagah yang menentramkan hati mereka. Buah hati kita itu amat bangga terhadap keperkasaan kita. Mereka begitu mendamba perhatian dan kehadiran kita. Namun mereka tak pandai merangkai kata tuk mengungkap cinta. Mereka juga tidak mengerti cara membisikkan rasa rindunya. Mereka mencintai kita para ayah dengan bahasa yang sering tak mampu kita mengerti. Mereka menyayangi kita dengan gaya yang sering tak bisa kita pahami. Karena itu kita sering tak menyadari bahwa ada makhluk-makhluk kecil yang begitu mencintai dan membutuhkan kita.
Saat mereka mendekat, kita sering merasa terusik. Ketika mereka mengajak bicara, kita sering merasa terganggu. Waktu mereka bertanya, sering hati kita merasa tak nyaman. Tangisan mereka seperti suara petir bagi telinga kita. Teriakan mereka bagai badai yang menerjang jiwa kita. Padahal seperti itulah cara anak-anak mencintai kita. Begitulah cara mereka menyayangi kita. Dengan cara seperti itulah mereka ingin menyampaikan bahwa mereka amat membutuhkan kita. Hanya cara seperti itulah yang mereka mengerti untuk menyentuh cinta kita.
Boleh jadi kita belum mampu menjadi ayah yang indah untuk anak-anak kita. Saat mereka menangis kita malah membentaknya. Ketika mereka bertanya kita tidak menggubrisnya. Waktu mereka belajar, kita tidak ada di sisi mereka. Mereka sakit tanpa ada kita di sampingnya. Mereka sedih tanpa ada yang menghiburnya. Mereka jarang kita belai. Mereka jarang kita cium. Kadang pekerjaan kita membuat kita tak menyadari bahwa ada yang menanti-nanti kedatangan kita hingga tertidur di depan pintu rumah kita.

Sudah tiba saatnya bagi kita para ayah untuk mengerti bahasa cinta anak-anak kita. Kita harus memahami cara mereka dalam mencintai kita. Dengan demikian kita bisa menjadi seperti yang mereka pinta. Kita mesti berupaya menjadi seperti yang mereka harapkan. Kita harus menjadi pendengar yang menyenangkan saat mereka berbicara. Ketika mereka mendekati kita sehasta, kita mendekati mereka sedepa. Saat mereka memanggil, kita datangi mereka dengan sepenuh jiwa. Sewaktu mereka menangis, kita akan mendekapnya dengan penuh cinta. Kita juga tak akan pernah lelah tuk berbisik mesra,” Nak, ayah mencintaimu.”

Rabu, 30 November 2011

Hanya Sebuah Koin Penyok Yang Kutemukan Tadi Pagi

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.